Minggu, 10 April 2011

Masalah-Masalah Yang Dihadapi Anak Didik Dalam Belajar

Sebenarnya dunia pendidikan bukanlah tempat yang murni dari permasalahan, masih banyak faktor memacu yang membuat lingkungan sekolah tidak aman. Bukan saja karena eksistensi serta formalities yang tidak memadai namun yang paling dominan adalah faktor individual yang ditimbulkan oleh perbuatan siswa itu sendiri, sehingga lembaga-lembaga pendidikan yang dipercaya dapat mendidik siswa menjadi pihak utama yang harus bertanggung jawab atas kenakalan-kenakalan yang dilakukan baik yang disengaja maupun tidak.

Adapun beberapa hal yang mempengaruhi proses belajar siswa:

a. faktor keluarga

Sudah sewajarnya bahwa keluarga terutama orang tua memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan rasa kasih sayang, perasaan kewajiban dan tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk mendidik anak-anaknya timbul dengan sendirinya secara alami tidak karena dipaksa atau dibuat-buat, begitu juga kasih sayang yang diberikan pada anaknya harus tulus dan ikhlas, namun suatu hal yang mengenal pikiran seiring dengan perkembangan zaman, banyak orang tua yang melupakan tanggung jawabnya, tujuan utama mereka bukan ingin mendidik anaknya menjadi orang sukses, tetapi lebih mementingkan charier demi kemashurannya dirinya, tidak ada perasaan saling menghargai antara suami istri, kehidupan rumah tangga hanyalah simbolis sehingga kebiasaan buruk yang sering kali terjadi adalah pertengkaran, dari hal inilah yang sangat mempengaruhi mental anak, seharusnya yang diembannya sebagai siswa menjadi tempat pengembangan dirinya dengan dukungan keluarga menjadi terbalik justru yang dicatat adalah ketidakwenangan, konsentrasi belajar buyer, hidupnya berantakan, itu semua gara-gara keadaan keluarga yang tidak harmonis dan tenteram sehingga anak kekurangan kasih sayang dan perhatian dari orang tua karena anak butuh dukungan dalam belajar, setidaknya ketika dalam belajar ada orang tua disamping nya dengan serta menemani dan membimbing sehingga hasilnya dapat dirasakan jika anak mendapatkan perhatian penuh dari orang tua.

b. faktor lingkungan

kehidupan masyarakat juga berpengaruh pada konsentrasi belajar anak, karena kondisi yang tidak memungkinkan dapat memperburuk keadaan terutama bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Kehidupan sosial merupakan kebutuhan utama masyarakat untuk saling berinteraksi, saling menghargai dan menyayangi dan untuk mengenal sosial, namun kehidupan tidak akan selamanya melahirkan dampak positif pasti ada sisi negatif yang tidak dapat kita pungkiri terutama bagi siswa yang masih mengenyam pendidikan sekolah, jika faktor lingkungannya bagus dan masih menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan, maka keberadaan status sebagai siswa dapat dihargai dan mendapat dukungan penuh juga memiliki banyak kesempatan untuk mengaplikasikan kemampuan serta kelebihan yang dimiliki siswa lebih tenang untuk belajar, karena tidak ada pengaruh-pengaruh lingkungan negatif. Sebaliknya jika lingkungan rusak maka ini menjadi suatu kekhawatiran siswa sehingga siswa tidak bisa menjalankan rutinitas belajarnya dengan tenang, setiap saat ada masalah yang ditimbulkan dari masyarakat yang tidak senang yang berusaha memprofokatori siswa agar terjerumus kedalam lingkungan yang tidak sehat. Faktor lingkungan ini begitu besar pengaruhnya yang dapat menimbulkan kesenjangan status sosial. source.

Rabu, 06 April 2011

Masalah pendidikan di Indonesia

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:

(1). Rendahnya sarana fisik,

(2). Rendahnya kualitas guru,

(3). Rendahnya kesejahteraan guru,

(4). Rendahnya prestasi siswa,

(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,

(6). Mahalnya biaya pendidikan.

* Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

* Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.* Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.

* Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

* Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

* Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.